Tiada kerinduan yang paling mendalam bagi seorang mukmin kecuali
kerinduannya kepada Allah SWT. Betapa besar keinginannya untuk selalu
didampingi, dilindungi dan dikasihi oleh-Nya. Berbagai cara ditempuh dan
dijalani agar semakin dekat dan semakin “menyatu” dengan-Nya.
Keimanannya yang tulus ikhlas membawanya terus melangkah untuk mendapat
ridha-Nya di dunia dan akhirat. Karena bagi seorang mukmin, tiada lain
tujuan hidupnya, apapun amal dan tindakannya, kecuali dalam upaya
mencari keridhaan-Nya.
Maka seorang mukmin akan sangat bersyukur
manakala Ramadhan kembali menyapanya. Menghampiri dan mendatangi dengan
segala kemuliaan yang dibawanya. Menaburkan segala macam harapan akan
rahmat, ampunan dan pertolongan Allah dari siksa neraka. Bulan dimana
amal shaleh menjadi berlipat ganda nilainya. Bulan ketika setan
dibelenggu dan dijauhkan dari diri. Bulan manakala keindahan ibadah akan
amat terasa syahdu. Bulan tatkala seorang mukmin panen pahala. Bulan
diwaktu seorang mukmin menumpahkan kerinduan kepada Allah SWT.
Bagi
seorang mukmin, puasa bagaikan permata paling berharga yang selalu
dijaga dan diriksa agar tetap bercahaya. Agar nilainya tidak pudar
dilindas dosa. Supaya ia dapat mengantarkannya lebih dekat kepada Sang
Pencipta, yang berkata dalam sebuah hadits qudsi : “Semua amal anak Adam
(manusia) untuk diri mereka sendiri, kecuali puasa, sesungguhnya puasa
itu untukKu, dan Aku yang akan membalasnya”.H.R. Bukahari-Muslim, dll.
Apakah
Tuhan perlu pada puasa kita dan mengabil untung dari puasa kita dengan
penegasan di atas. Tentu saja tidak. Itu adalah petunjuk kepada kita
betapa Allah demikian besar perhatian dan kasih sayangnya terhadap
orang-orang yang dengan ikhlas berpuasa.
Kewajiban puasa
merupakan cara Allah untuk menunjukkan kepedulian dan kasih sayangnya.
Karena ia amat peduli pada manusia yang beriman, maka Dia menunjukkan
jalan kepada-Nya. Dengan kemuliaan di ujung tujuannya, dan pahala yang
amat besar disisi-Nya pada proses pelaksanaannya.
Karena demikian
besar perhatian-Nya pada orang-orang mukin, maka Allah SWT. mensabdakan
firman-Nya : “Wahai manusia-manusia yang beriman, diwajibkan atas
kalian berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas manusia-manusia (yang
beriman) sebelum kalian, agar kalian (dengan proses puasa itu menjadi
manusia-manusia yang) bertaqwa”.Al-Baqarah:183.
Karena itu puasa
adalah ibadah yang lintas zaman dan peristiwa. Puasa merupakan hadiah
Allah bagi kekasih-kekasih-Nya, agar dapat senantiasa berkomunikasi dan
bercengkerama tanpa ada batas antara Rabb dan hamba. Ia merupakan ikatan
kasih sayang antara Khaliq dan makhluk yang paling disayanginya. Maka
dengan alasan apakah seorang mukmin tidak berpuasa ?
Karena itu
bagi manusia-manusia beriman yang amat dekat dengan Allah SWT., kata
“diwajibkan” terasa demikian kasar. Bagi mereka, mungkin kata yang tepat
adalah “dihadiahkan”. Sebuah pemberian yang amat bernilai dan berharga,
yang amat rugi jika tidak menerima dan mengabaikannya.
Lalu,
laku puasa seperti apakah yang akan dapat mempererat hubungan hamba
dengan Pencipta itu? Puasa yang bagaimanakah yang dapat dimaknai sebagai
permata yang amat berharga itu ? Shaum yang seperti apakah yang dapat
membelenggu setan dan mendatangkan ampunan itu ? Nurani-nurani diri
masing-masing akan dengan mudah mengetahui tingkatan hamba macam apa
yang kita miliki dengan Shaum yang kita jalani.
Ketika malam
hari, seseorang ber-niat untuk berpuasa, kemudian ia tidak makan, tidak
minum dan tidak melakukan hal yang membatalkan tatkala fajar mulai
menyingsing, hingga tenggelamnya sang surya, maka ia telah berpuasa,
meski selama hari itu ia tidak shalat, tidak berhenti memaki, tidak
berkedip memandang gadis tetangga yang (maaf) buka paha, tidak berhenti
berbicara tentang noda-noda manusia lainnya, dan sebagainya dan
sebagainya. Namun masing-masing diri bisa menilai puasa macam apa yang
demikian itu.
Kesempurnaan puasa didapat dari ketulusan niat,
keikhlasan hati, kesatuan tekad dan semangat untuk menggapai jalan
kemuliaan menuju Sang Pencipta. Kesuksesannya diraih bukan karena
berhasil menahan tidak makan dan tidak minum serta tidak beraktivitas
seksual, tetapi karena berhasil untuk tidak menurutkan “nafsu makan”,
“nafsu minum”, atau “nafsu seksual”. Jadi fokusnya bukanlah makan atau
minum atau nge-seksnya, melainkan nafsunya. Sebab itulah sejak dulu
aktivitas puasa adalah perang melawan nafsu, karena kalau cuma tidak
makan dan tidak minum, anak kelas tiga SD inprespun dapat melakukannya.
Terserah pada masing-masing kita, apakah rela disamakan dengan anak SD
inpres (tanpa pretensi untuk melecehkan anak SD inpres).
Meskipun
Rasulullah SAW. Dalam Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim pernah
bersabda, bahwa salah satu kegembiraan orang yang berpuasa adalah ketika
tiba waktu berbuka, disamping ketika bertemu Tuhannya, namun hal itu
tidak serta merta mengabsahkan perilaku sebagian pelaku puasa, yang
ketika disebutkan tentang nafsu makan misalnya, asosiasinya adalah
makan, bukan nafsunya. Karena itu ketika istrinya ke pasar, yang dibeli
terutama adalah pesanan-pesanan nafsu, bukan kapasitas kebutuhan makan
yang diperlukan.
Kenyataan yang terjadi menunjukkan bahwa setiap
pelaku puasa pasti pernah mengalami kecenderungan untuk menimbun dan
menumpuk makanan dan minuman dan setelah waktu berbuka tiba ia baru
sadar bahwa ternyata perutnya tidaklah memerlukan makanan dan minuman
sebanyak dan semewah yang ia kumpulkan.
Pelajaran yang didapat
dari pengalaman semacam itu seharusnya adalah kesanggupan untuk memilah
antara dorongan nafsu dengan kebutuhan makan. Perilaku puasa pada
akhirnya bukanlah bertempur melawan “tidak boleh makan” atau “tidak
boleh minum”, melainkan melawan nafsu itu sendiri yang menuntut
pengadaan lebih dari sekedar makanan atau minuman.
Karena
aktivitas mengendalikan nafsu itu absolut urusan tiap-tiap pribadi, maka
wajarlah bahwa puasa adalah aktivitas vertikal antara seorang hamba
dengan Tuhannya. Puasanya menjadi alat komunikasi langsung antara
seorang manusia dan penciptanya. Puasa atau tidaknya ia, hanya diketahui
dirinya sendiri dan Rabb-nya. Puasa menjadi ujian kesetiaan seorang
hamba untuk menjadi kekasih sejati-Nya dan Anda tahu persis puasa
seperti apa untuk urusan sebesar itu.