"Semua bid'ah adalah kesesatan", demikianlah kaidah yang merupakan wahyu dari Allah yang telah dilafalkan oleh Rasulullah –shallallahu 'alaihi wa sallam-.
Sebagaimana telah diriwayatkan oleh sahabat Jabir bin Abdillah radhiallahu 'anhu,
عَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلاَ صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ
غَضَبُهُ حَتَّى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ « صَبَّحَكُمْ
وَمَسَّاكُمْ ». وَيَقُولُ « بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةَ كَهَاتَيْنِ ».
وَيَقْرُنُ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَيَقُولُ «
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ
الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَ
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ »
Dari
Jabir bin Abdillah berkata : Jika Rasulullah berkhutbah maka merahlah
kedua mata beliau dan suara beliau tinggi serta keras kemarahan (emosi)
beliau, seakan-akan beliau sedang memperingatkan pasukan perang seraya
berkata "Waspadalah terhadap musuh yang akan menyerang kalian di pagi
hari, waspadalah kalian terhadap musuh yang akan menyerang kalian di
sore hari !!". Beliau berkata, "Aku telah diutus dan antara aku dan hari
kiamat seperti dua jari jemari ini –Nabi menggandengkan antara dua jari
beliau yaitu jari telunjuk dan jari tengah-, dan beliau berkata :
"Kemudian daripada itu, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah
Al-Qur'an dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang baru dan semua bid'ah adalah kesesatan" (HR Muslim no 2042)
Dalam riwayat An-Nasaai ada tambahan
وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
"Dan semua perkara yang baru adalah bid'ah dan seluruh bid'ah adalah kesesatan dan seluruh kesesatan di neraka" (HR An-Nasaai no 1578)
Kaidah ini juga merupakan penggalan dari wasiat Nabi yang telah
mengalirkan air mata para sahabat radhiallahu 'anhum, sebagaimana
diriwayatkan oleh sahabat 'Irbaadh bin Sariyah, Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam berkata :
«فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى
فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ
الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا
عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ
كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ»
"Sesungguhnya
barangsiapa yang hidup setelahku maka dia akan melihat banyak
perselisihan, maka wajib bagi kalian untuk mengikuti sunnahku dan sunnah
para khulafaaur rosyidin yang mendapat petunjuk setelahku, berpegang
teguhlah dengan sunnah-sunnah tersebut, dan gigitlah ia dengan geraham
kalian. Dan hati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara baru, karena
semua perkara baru adalah bid'ah dan semua bid'ah adalah kesesatan" (HR Abu Dawud no 4069)
Selain
dua hadits di atas ada hadits lain yang juga mendukung bahwa semua
bid'ah adalah kesesatan, yaitu sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :
إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةً ثُمَّ فَتْرَةً، فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى بِدْعَةٍ فَقَدْ ضَلَّ، وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّةٍ فَقَدْ اهْتَدَى "
"Sesungguhnya bagi setiap amalan ada semangat dan ada futur (tidak semangat), maka barangsiapa yang futurnya ke bid'ah maka dia telah sesat, dan barangsiapa yang futurnya ke sunnah maka dia telah mendapatkan petunjuk" (HR Ahmad 38/457 no 23474 dengan sanad yang shahih)
Dalam hadits ini jelas Nabi menjadikan sunnah sebagai lawan bid'ah dan mengandengkan bid'ah dengan kesesatan.
Demikian juga sebuah atsar dari Mu'adz bin Jabal radhiallahu 'anhu dimana beliau pernah berkata:
فَيُوشِكُ
قَائِلٌ أَنْ يَقُولَ مَا لِلنَّاسِ لاَ يَتَّبِعُونِى وَقَدْ قَرَأْتُ
الْقُرْآنَ مَا هُمْ بِمُتَّبِعِىَّ حَتَّى أَبْتَدِعَ لَهُمْ غَيْرَهُ
فَإِيَّاكُمْ وَمَا ابْتُدِعَ فَإِنَّ مَا ابْتُدِعَ ضَلاَلَةٌ
"Hampir
saja ada seseorang yang berkata : Kenapa orang-orang tidak mengikuti
aku, padahal aku telah membaca Al-Qur'an, mereka tidaklah mengikutiku
hingga aku membuat bid’ah untuk mereka. Maka waspadalah kalian terhadap
bid’ah karena setiap bid’ah adalah kesesatan.” (Riwayat Abu Dawud
no 4613, Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubro 10/210 no 21444, Abdurrozaq
dalam mushonnafnya 11/363 no 20750 dengan sanad yang shahih)
Dalam atsar ini Mu'adz bin Jabal mensifati bid'ah dengan dolalah (kesesatan).
Hadits dan atasar ini semakin menguatkan kaidah umum yang telah dilafalkan oleh Nabi "Semua bid'ah adalah kesesatan".
Ibnu Rojab Al-Hanbali berkata,
فقوله
- صلى الله عليه وسلم - : «كلُّ بدعة ضلالة» من جوامع الكلم لا يخرج عنه
شيءٌ ، وهو أصلٌ عظيمٌ من أصول الدِّين ... فكلُّ من أحدث شيئاً ، ونسبه
إلى الدِّين ، ولم يكن له أصلٌ من الدِّين يرجع إليه ، فهو ضلالةٌ ،
والدِّينُ بريءٌ منه ، وسواءٌ في ذلك مسائلُ الاعتقادات ، أو الأعمال ، أو
الأقوال الظاهرة والباطنة
"Maka sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam "Semua bid'ah adalah kesesatan"
termasuk dari jawaami'ul kalim (kalimat yang singkat namun mengandung
makna yang luas-pen), tidak ada satupun yang keluar darinya (yaitu dari
keumumannya-pen), dan ia merupakan pokok yang agung dari ushuul
Ad-Diin... maka setiap orang yang mengadakan perkara yang baru dan
menyandarkannya kepada agama padahal tidak ada pokok agama yang
dijadikan sandaran maka ia adalah sesat, dan agama berlepas darinya. Dan
sama saja apakah dalam permasalahan keyakinan atau amal ibadah baik
yang dzohir maupun yang batin" (Jaami'ul uluum wal hikam hal 252)
Ibnu Hajar Al-Haitami berkata,
أَنَّ الْبِدْعَةَ الشَّرْعِيَّةَ لاَ تَكُوْنُ إِلاَّ ضَلاَلَةً بِخِلاَفِ اللُّغَوِيَّةِ
"Bahwasanya bid'ah syar’iyah pasti sesat berbeda dengan bid'ah secara bahasa" (Al-Fataawa Al-Hadiitsiyah hal 206)
Banyak hal yang menunjukan keumuman kaidah Nabi ini "Semua bid'ah adalah sesat", diantaranya :
Pertama :
Semua dalil yang menunjukan tercelanya bid'ah datang dalam bentuk
mutlak dengan tanpa pengecualian sama sekali. Tidak ada satu dalilpun
dalam syari'at yang menyatakan : "Semua bid'ah adalah sesat kecuali ini
dan itu". Jika ternyata tidak ada dalil sama sekali yang mengecualikan
maka kita harus kembali kepada keumuman "Semua bid'ah adalah sesat"
tanpa ada pengecualian.
Kedua : Kaidah umum yang
disebutkan oleh Nabi ini –yaitu "Semua bid'ah adalah sesat"- selalu
diucapkan dan disampaikan oleh Nabi tatkala khutbah sebagaimana
dijelaskan oleh sahabat Jarir bin Abdillah di atas. Hal ini menunjukan
Nabi sering menyampaikan kaidah ini kepada para sahabat, akan tetapi
tidak ada satu dalilpun yang mengecualikan keumuman kaidah Nabi ini. Dan
dalam suatu kaidah jika ada suatu kaidah yang kulliah (umum) atau suatu
dalil syar'i (yang lafalnya menunjukan keumuman) jika terulang-ulang di
tempat yang banyak tanpa sama sekali ada pentaqyidan atau pengkhususan
maka hal ini menunjukan akan berlakunya keumuman dalil tersebut. Dan
dalil-dalil yang berkaitan tentang pencelaan bid'ah keadaannya seperti
ini dimana datang dalam jumlah yang banyak di tempat yang berbeda-beda,
pada waktu yang berbeda-beda, namun tidak ada satu dalilpun yang
menunjukan adanya pengkhususan atan pentaqyidan
Ketiga :
Kalau ada dalil yang menunjukan adanya pengecualian bid'ah yang baik
maka dalil tersebut harus dari Al-Qur'an atau dari hadits Nabi, atau
ijmak para ulama. Adapun perkataan sebagian ulama maka itu bukanlah
dalil yang mengkhususkan dan mengecualikan keumuman kaidah Nabi "Semua
bid'ah adalah sesat". Jika para ulama tidak memandang ijmaknya para ahli
Madinah di zaman Imam Malik sebagai hujjah, dan hujjah adalah sunnah
Nabi, apalagi hanya pendapat sebagian dan segelintir ulama. Apalagi
ternyata ada ulama lain yang menyelisihi mereka.
Keempat :
Kalau ada dalil yang mengkhususkan keumuman kaidah Nabi ini sehingga
ada satu atau dua bid'ah yang dikecualikan maka keumuman kaidah ini
tetap berlaku pada seluruh bid'ah yang lain, kecuali pada dua bid'ah
yang telah terkecualikan tadi. Akan tetapi kenyataannya tidak ada dalil
sama sekali yang mengecualikan
Kelima : Ijma'
para sahabat dan para tabi'in akan pencelaan bid'ah secara umum tanpa
ada pengkhususan, hal ini diketahui dengan menelusuri atsar-atsar mereka
(diantaranya silahkan lihat atsar-atsar para sahabat dalam kitab
Al-Baa'its 'alaa inkaaril bida' wal hawaadits karya Abu Syaamah
As-Syafi'i). Tidaklah kita dapati perkataan mereka atau sikap mereka
terhadap bid'ah kecuali dalam rangka mencela. Adapun perkataan Umar
((sebaik-baik bid'ah adalah ini)) tidak menunjukan penyelisihannya
terhadap para sahabat yang lain, karena Umar tidak bermaksud dengan
perkataannya tersebut kecuali bid'ah menurut bahasa karena sholat
tarawih merupakan sunnah Nabi shallalahu 'alaihi wa sallam.
Keenam :
sesuatu bid'ah dinilai baik merupakan hal yang relatif. Bukankah setiap
bid'ah dinilai baik oleh peakunya, namun dinilai buruk oleh orang
lain??. Oleh karena perkaranya relatif maka tidak bisa dijadikan patokan
dalam membentuk suatu ibadah baru.
Sebagai contoh bid'ah maulid
Nabi, sebagaian orang merasa hal itu merupakan sesuatu yang baik karena
bisa menumbuhkan dan memupuk kecintaan kepada Nabi. Akan tetapi sebagian
orang menganggap perayaan maulid Nabi merupakan perkara yang buruk
karena mengandung beberapa mafsadah diantaranya :
-
Tanggal kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masih
diperselisihkan, akan tetapi hampir merupakan kesepakatan para ulama
bahwasanya Nabi meninggal pada tanggal 12 Rabi'ul awwal. Oleh karenanya
pada hekekatnya perayaan dan bersenang-senang pada tanggal 12 Rabi'ul
Awwal merupakan perayaan dan bersenang-senang dengan kematian Nabi
-
Acara perayaan kelahiran Nabi pada hakekatnya tasyabbuh (meniru-niru)
perayaan hari kelahiran Nabi Isa yang dilakukan oleh kaum Nashrani.
Padahal Nabi bersabda مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ "Barangsiapa yang meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk kaum tersebut"
-
Kelaziman dari diperbolehkannya merayakan hari kelahiran Nabi adalah
diperbolehkan pula merayakan hari kelahiran Nabi-Nabi yang lain,
diantaranya merayakan hari kelahiran Nabi Isa. Jika perkaranya demikian
maka sangat dianjurkan bahkan disunnahkan bagi kaum muslimin untuk turut
merayakan hari natal bersama kaum Nashrani
- Bukankah
dalam perayaan maulid Nabi terkadang terdapat kemungkaran, seperti
ikhtilat antara para wanita dan lelaki?, bahkan di sebagian Negara
dilaksanakan acara joget dengan menggunakan music?, bahkan juga dalam
sebagaian acara maulid ada nilai khurofatnya dimana sebagian orang
meyakini bahwa Nabi ikut hadir dalam acara tersebut, sehingga ada acara
berdiri menyambut kedatangan Nabi. Bahkan dalam sebagian acara maulid
dilantunkan syai'ir-sya'ir pujian kepada Nabi yang terkadang
berlebih-lebihan dan mengandung unsur kesyirikan
- Acara
perayaan maulid Nabi ini dijadikan sarana oleh para pelaku maksiat untuk
menunjukan kecintaan mereka kepada Nabi. Sehingga tidak jarang acara
perayaan maulid Nabi didukung oleh para artis –yang suka membuka aurot
mereka-, dan juga dihadiri oleh para pelaku maksiat. Karena mereka
menemukan sarana untuk menunjukan rasa cinta mereka kepada Nabi yang
sesuai dengan selera mereka. Akhirnya sunnah-sunnah Nabi yang asli yang
prakteknya merupakan bukti kecintaan yang hakiki kepada Nabipun
ditinggalkan oleh mereka. Jika diadakan perayaan maulid Nabi di malam
hari maka pada pagi harinya tatkala sholat subuh maka mesjidpun sepi.
Hal ini mirip dengan perayaan isroo mi'rooj yang dilakukan dalam rangka
mengingat kembali hikmah dari isroo mi'rooj Nabi adalah untuk menerima
perintah sholat lima waktu. Akan tetapi kenyataannya betapa banyak orang
yang melaksanakan perayaan isroo' mi'rooj yang tidak mengagungkan
sholat lima waktu, bahkan tidak sholat sama sekali. Demikian juga
perayaan nuzuulul qur'an adalah untuk memperingati hari turunnya
Al-Qur'aan akan tetapi kenyataannya betapa banyak orang yang semangat
melakukan acara nuzulul qur'an ternyata tidak perhatian dengan
Al-Qur'an, tidak berusaha menghapal Al-Qur'an, bahkan yang dihapalkan
adalah lagu-lagu dan musik-musik yang merupakan seruling syaitan
-
Kelaziman dari dibolehkannya perayaan maulid Nabi maka berarti
dibolehkan juga perayaan-perayaan yang lain seperti perayaan isroo'
mi'rooj, perayaan nuzuulul qur'aan dan yang lainnya. Dan hal ini tentu
akan membuka peluang untuk merayakan acara-acara yang lain, seperti
perayaan hari perang badr, acara memperingati hari perang Uhud, perang
Khondaq, acara memperingati Hijrohnya Nabi, acara memperingati hari
Fathu Mekah, acara memperingati hari dibangunnya mesjid Quba, dan
acara-acara peringatan yang lainnya. Hal ini tentu akan sangat
menyibukan kaum muslimin.
Dari sini sangatlah jelas bahwasanya baiknya suatu bid'ah merupakan hal yang sangat relatif.
Ketujuh :
Jika ada yang berkata, "Saya ingin melakukan sesuatu manuver baru yang
akan mendatangkan banyak kebaikan dan akan menghilangkan perselisihan
diantara kaum muslimin dan mengkokohkan barisan mereka. Karena
kenyataannya sekarang kaum muslimin bercerai berai. Manuver baru
tersebut adalah : Tidaklah kita beribadah dan berkeyakinan kecuali
dengan ibadah dan keyakinan yang diyakini oleh para salafus sholeh. Jika
seluruh sekte dalam Islam mengikuti manuver ini maka tentunya akan
mempersatukan umat Islam".
Tanpa diragukan lagi bahwa manuver ini
bukanlah bid'ah, bahkan banyak dalil dari syari'at yang mendukung akan
hal ini. Akan tetapi taruhlah hal ini merupakan bid'ah, toh ternyata
terlalu banyak sekte Islam yang tidak setuju dengan manuver ini, padahal
hal ini merupakan hal yang sangat baik. Bahkan hampir seluruh sekte
memerangi manuver ini, karena kelaziman dari manuver ini maka seluruh
cara ibadah dan keyakinan yang dimiliki sekte-sekte tersebut yang tidak
terdapat di zaman salaf maka harus ditinggalkan.
Kedelapan :
Bukankah sunnah-sunnah dan ibadah-ibadah yang jelas-jelas datang dari
Nabi sangatlah banyak?? Dan bukankah salah seorang dari kita tidak akan
mampu untuk melaksanakan seluruh ibadah-ibadah tersebut?. Sebagai
contoh, cobalah salah seorang dari kita membaca kitab Riyaadus
Sholihiin, lalu berusaha menerapkan ibadah dan adab-adab yang telah
dijelaskan dalam kitab tersebut yang notabene benar-benar datang dan
dicontohkan oleh Nabi. Tentunya dia tidak akan mampu untuk melakukannya.
Jika perkaranya demikian, lantas mengapa kita harus bersusah payah
untuk memunculkan model-model ibadah yang baru yang tidak pernah
dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya??!!
(Lihat
kitab Al-Baa'its 'alaa inkaaril bida' wal hawaadits, karya Abu Syaamah
As-Syafi'i, Haqiqotul Bid'ah wa Ahkaamuhaa hal 1/282-285, Majmu' fatawa
Ibnu Taimiyyah 10/370-371, dan Iqtidho shirootil Mustaqiim karya Ibnu
Taimiyyah 1/270, Luma' fi Ar-Rod 'alaa muhassinil bida')
Madinah, 21 Dzul Hijjah 1431 / 27 November 2010
Abu ‘Abdilmuhsin Firanda Andirja
ustadz, bagaimana dengan bid'ah yang di buat ummar radiyallahu 'anhu? blm ada jawaban
Pertanyaan :
Afwan akh, bid'ah yang mana yang antum maksud?
Jika yg dimaksud
adalah perkataan Umar, " نعمت البدعة هذه " "sebaik-baik bid'ah adalah
ini" maka kata bid'ah yang dimaksudkan oleh 'Umar adalah bid'ah secara
bahasa yaitu sesuatu yang baru. Karena Umar mengatakan hal tersebut
ketika melihat manusia mengerjakan sholat tarawih secara berkelompok-kel ompok,
dalam satu masjid ada orang yang shalat tarawih sendiri ada juga yang
berjamaah dengan beberapa orang dan yang lain juga demikian berjamaah
dengan beberapa orang. Melihat fenomena ini Umar memandang bahwa lebih
baik untuk menyatukan mereka agar sholat berjamaah dengan satu imam.
Maka Umarpun menyatukan mereka untuk bermakmum kepada Ubay bin Ka'ab.
Kemudian pada malam hari yang lain Umar keluar dan orang-orang pun
shalat berjamaah dengan imamnya maka Umar berkata, "sebaik-baik bid'ah
adalah ini".
Atsar tersebut bisa antum lihat di kitab Muaththo Imam Malik Bab Ma Ja-a fi Qiyam Ramadhon.
Yang
dilakukan Umar ini adalah menghidupkan sunnah Nabi yang telah
ditinggalkan bukan membuat bid'ah dalam agama karena shalat tarawih
berjamah mempunyai dasar hukum dan merupakan sunnah Nabi, Beliau pernah
melaksanakannya 2 atau tiga kali namun beliau tidak melukannya lagi
karena khawatir akan diwajibkannya hal tersebut terhadap umatnya. Akan
tetapi setelah Beliau meninggal maka kekhawatiran ini tidak ada lagi
karena syariat telah tetap dan tidak mungkin berubah maka umar
menghidupkan kembali sunnah ini. Apakah mungkin suatu ibadah yang pernah dilakukan Nabi dikatakan sebagai sesuatu bid'ah dalam agama?
Tentu kita semua sepakat mengatakan "tidak". Oleh sebab itulah
perkataan Umar di atas yang dimaksud adalah bid'ah secara bahasa.? blm ada jawaban.
Bantu negerimu jangan omong Bid ah melulu semua orang tahu bi ah
syariaat adalah sesat, pikirkan saudaramu yg bdirundung bencana mas.?
Jawaban:
syukron atas masukan akh pandu nusantara, saya rasa akh atau pak pandu
mungkin pengunjung baru web ini, coba akh pandu melihat kolom daftar
isi, tentunya banyak permasalahan agama yang saya angkat dalam web ini,
diantaranya tentang akibat kemaksiatan. dan juga ceramah-ceramah agama
yang banyak tentang siroh dan aqidah. semua itu tidak lain adalah usaha
kecil untuk mengajak kembali kaum muslimin di tanah air untuk berusaha
beragama sebagaiamana yang dicontohkan Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam. dan musibah tidak bisa hilang dari saudara-saudara kita di tanah
air kecuali dengan memperbaiki keimanan yang benar yang bersih dari
kesyirikan, khurofat, bid'ah, dan racun filsafat. serta dengan
menjalankan ibadah sesuai dengan sunnah Nabi. baarokallahu fiikum
Pertanyaan: assalamualaikum pak ustad, saya bingung tentang ini pak ustad, saya
pernah denger tentang sholat Tahajjud secara berjemaah seperti yg di
lakukan di Masjidil Haram dari tanggal 20 Ramadhan...itu gimana pak
ustad, apakah termasuk bidah?..
dan tentang sa'i di MAS'A yg di perluas...itu gimana pak ustad,,apakah juga termasuk bidah?
Jawaban:
walaikumsalam, sholat tahajjud yang dilakasanakan di bulan ramadhan
itulah sholat tarawih, tidak ada bedanya. itu hanya istilah nama saja,
karena dikerjakan pada jam 1 malam. dan itu merupakan ronde kedua sholat
tarwih yang merupakan kelanjutan dari sholat tarawih yang ronde pertama
dikerjakan pada jam 9 atau 10 malam. oleh karenanya pada tarwih ronde
pertama tidak dilakukan shoalt witir, akan tetapi ditunda pada ronde
kedua, yaitu dipenghujung sholat tarwih ronde kedua.
Meralat/meluruskan:
Kayaknya ada kesalahan ketik ustadz...mungki n bisa dibenarkan yg ana kasih tanda...
Tanggal kelahiran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masih diperselisihkan ,
akan tetapi hampir merupakan kesepakatan para ulama bahwasanya Nabi
meninggal pada tanggal 12 Rabi'ul awwal. Oleh karenanya pada hekekatnya
perayaan dan bersenang-senan g pada tanggal 12 Rabi'ul Awwal merupakan perayaan dan bersenang-senan g dengan """kematian""" Nabi.