Musik

Minggu, 26 April 2015

Imam Meluruskan Shaf, Melafazkan Niat Shalat, Bacaan Basmalah

IMAM MELURUSKAN SHAF


Pertanyaan
Sebelum mengucapkan takbir dalam sholat, imam menghadap makmum untuk meluruskan dan merapatkan shaf. Apa yang seharusnya diucapkan ? Bila imam tidak melakukannya, bagaimana hukumnya ? Tolong diberikan contoh-contoh dari hadits dan sahabat.

Jawaban.
Diwajibkan seorang imam untuk tidak memulai shalat sampai ia meluruskan shaf [1] dan memerintahkan para makmum untuk meluruskan shafnya. Ini bisa dilakukan oleh imam sendiri atau imam meminta orang lain meluruskannya. Dalilnya adalah sebagai berikut:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِي الصَّلَاةِ وَيَقُولُ اسْتَوُوا وَلَا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ 

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu mengusap bahu-bahu kami dalam shalat (ketika akan shalat) dan menyatakan: Luruskan dan janganlah shaf kalian bengkok sehingga berakibat hati kalian berselisih. [HR Muslim].

Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan bacaan seperti ini, bukan untuk mewajibkan agar ucapan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam ini ditiru ketika meluruskan shaf. Namun tujuannya adalah memerintahkan para sahabatnya meluruskan shaf. Karena itu beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengungkapkannya dalam banyak ungkapan namun berisi perintah meluruskan shaf. Diantara yang beliau ucapkan selain lafazh diatas adalah :

أَقِيمُوا الصُّفُوفَ وَحَاذُوا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ وَسُدُّوا الْخَلَلَ وَلِينُوا بِأَيْدِي إِخْوَانِكُمْ 

Luruskan shaf, ratakan bahu-bahu kalian, tutupi celah dan bersikap lunaklah terhadap tangan tangan saudara kalian (mudah diatur untuk meluruskan dan merapatkan shaf). [HR Abu Daud dan dishahihkan oleh al-Albâni dalam Shahîh Abu Daud, no. 620].

سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلَاةِ

Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya lurusnya shaf termasuk kesempurnaan shalat. [HR Muslim].

اسْتَوُوا وَعَدِّلُوا صُفُوفَكُمْ 

Luruskan dan ratakan shaf-shaf kalian [HR Abu Daud].

اعْتَدِلُوا سَوُّوا صُفُوفَكُمْ 

Ratakan dan luruskan shaf-shaf kalian [HR Abu Daud].

Dari sini dapat disimpulkan bahwa seorang imam diperintahkan meluruskan shaf makmum baik dengan perbuatan anggota tubuh atau dengan perkataan yang dapat difahami makmum sehingga mereka dapat meluruskan shafnya, misalnya : “Luruskan shaf kalian !”

Seorang imam tidak cukup hanya dengan mengucapkan “Luruskan shaf kalian!” lalu memulai shalat. Dia harus memastikan shaf makmumnya sudah lurus dan rapat, baru memulai shalat. Sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu yang menyuruh seseorang untuk meluruskan shaf makmum. Umar tidak akan memulai shalat sampai orang yang diberi tugas meluruskan shaf memberitahukan bahwa shaf telah lurus. Begitu juga Utsmân bin Affân Radhiyallahu anhu dan Ali bin Abu Thâlib Radhiyallahu anhu selalu menjaga sunnah ini [2]. 


MELAFAZKAN NIAT SHALAT


Pertanyaan
Niat “ushali” apakah perlu diucapkan ataukah hanya cukup dalam hati saja ?

Jawaban.
Niat adalah salah satu syarat sah shalat. Difinisi niat adalah sengaja melakukan shalat yang akan ia kerjakan dan menentukannya dengan hati, tidak disyari’atkan melafazhkannya. Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai panutan kita tidak melafadzkannya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam langsung mengucapkan “Allahu Akbar” dan tidak membaca sesuatu apapun sebelumnya. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak membaca “Ushalli” dan tidak ada satu riwayat shahihpun bahkan yang lemah yang dinukil dan menerangkan kepada kita bahwa beliau n melakukan hal tersebut. Tidak itu saja bahkan tidak juga dinukilkan dari para sahabat dan tabi’in bahwa ada diantara mereka yang berniat dengan membaca “Ushalli”. Kemudian bila dikembalikan kepada pengertian niat secara bahasa, maka niat adalah bermakna kehendak yang ada dihati. 

Jadi niat itu letaknya dalam hati dan tidak diucapkan. Inilah yang difatwakan oleh para ulama.

al Qâdhî Abu Rabî’ Sulaimân bin Umar as-Syâfi’î rahimahullah mengatakan : “Mengucapkan niat dengan keras dan membaca al Fâtihah dibelakang imam dengan suara keras bukan pekerjaan sunat, tapi makruh. Jika hal itu mengganggu orang yang sedang shalat, maka hukumnya haram. Orang yang mengatakan bahwa mengucapkan niat itu termasuk sunat, maka orang itu keliru. Orang ini juga selain dia tidak boleh berbicara tentang agama Allah ini tanpa dasar ilmu.”[3]

Ibnu Abil Izzi rahimahullah menjelaskan bahwa niat tidak pernah diucapkan oleh imam yang empat, hanya sebagian ulama muta’khirîn mengatakan itu wajib. 
Mereka mewajibkan karena salah memahami perkataan Imam as-Syâfi’î rahimahullah, yang berbunyi :

إِذَا نَوَى حَجًّا وَعُمْرَةً أَجْزَأَ وَإِنْ لَمْ يَتَلَفَّظْ وَلَيْسَ كَالصَّلاَةِ لاَ تَصِحُّ إِلاَّ بِالنُّطْقِ

Jika dia berniat berhaji dan umrah,maka itu sah meski tidak diucapkan, tidak sebagaimana shalat yang tidak shah kecuali dengan ucapan.

Imam Nawawi rahimahullah (salah seorang ulama besar pengikut imam as-Syâfi’î rahimahullah) mengatakan : “Ashâbunâ (kawan-kawan kami) mengatakan : Orang yang berpendapat seperti ini keliru. Perkataan Imam as Syâfi’î rahimahullah “Bin nuthqi” bukanlah maksudnya mengeraskan bacaan niat tapi maksudnya adalah (mengeraskan) Takbîratul ihrâm.”[4]
Wallâhu a’lam.


BACAAN BASMALAH SEBELUM AL FATIHAH


Pertanyaan.
Pada shalat yang dijaharkan (yaitu Shalat Isya, Shubuh dan Maghrib), sebelum membaca surat al-Fâtihah, ada yang menjaharkan (mengeraskan) basmalah dan ada pula yang tidak menjaharkan. Mana yang lebih utama dijaharkan atau sirrkan (tidak dikeraskan) ?

Jawaban.
Yang utama Basmalah sebelum al-Fâtihah dibaca dengan sir (tidak dikeraskan). Dasarnya, hadits Anas Radhiyallahu anhu yang berbunyi :

صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَكَانُوا يَسْتَفْتِحُونَ بِ الْحَمْد لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ 

Aku (Anas) telah shalat dibelakang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman, lalu dahulu mereka membuka dengan membaca al Hamdulillâhi Rabb al-‘Aalamîn. [HR Muslim].

Hal ini lebih diperjelas dengan hadits Anas Radhiyallahu anhu yang diriwayatkan oleh an-Nasâ’i yang berbunyi :

َ صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَجْهَرُ بِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Aku (anas) telah sholat dibelakang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman, lalu aku belum mendengar seorangpun dari mereka menjahrkan Basmalah.

Masih ada beberapa riwayat yang senada dengan riwayat diatas yang menjelaskan bahwa basmalah dibaca dengan sirr tidak dikeraskan.
Jadi basmalah sebelum al Fâtihah tetap dibaca hanya saja dibaca dengan cara sirr. 

Wallahu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XII/1430H/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Lihat al Qaulul Mubîn Fî Akhthâ’il Mushallîn, Syaikh Mashûr Salmân, hlm. 208 
[2]. Lihat al Qaulul Mubîn Fî Akhthâ’il Mushallîn, Syaikh Mashûr Salmân, hlm. 214 
[3]. Lihat al Qaulul Mubîn Fî Akhthâ’il Mushallîn, Syaikh Mashûr Salmân, hlm. 91
[4]. Al Majmuu’ 3/243. Lihat al Qaulul Mubîn Fî Akhthâ’il Mushallîn, Syaikh Mashûr Salmân, hlm. 94

Tidak ada komentar:

Posting Komentar